SHAFAR BULAN SIAL? MITOS ATAU SYAR’I
SHAFAR BULAN SIAL? MITOS ATAU SYAR’I
06/08/2025 | Tim KKN Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung 2025Mitos bulan shafar yang dianggap bulan penuh kesialan oleh sebagian masyarakat di berbagai pelosok dunia baik sebelum Islam maupun setelah Islam masuk, Nabi Muhammad Saw. membantah hal tersebut. Bulan shafar adalah bulan kedua dalam kalender hijriah setelah bulan muharram. Pada masa arab jahiliyah pra Islam, bulan ini sering dianggap oleh sebagian masyarakat arab sebagai bulan sial. Secara bahasa shafar memiliki arti kosong dalam bahasa arab, dinamakan kosong karena di bulan tersebut orang arab di zaman dahulu berbondong bondong pergi untuk meninggalkan kediaman atau rumah mereka baik saat melakukan perjalanan jarak jauh untuk berbagai kepentingan ekonomi dan keluarga ataupun pergi ke medan perang.
Selain diambil dari kata kosong (shafar), ada pula yang menyatakan bahwa nama shafar diambil dari nama suatu jenis penyakit sebagaimana orang orang arab jahiliyah meyakini pada zaman dahulu kala, penyakit shafar adalah penyakit yang hinggap dan bersarang di dalam perut, penyebabnya ialah adanya sejenis ulat besar yang sangat berbahaya. Dengan beberapa penjelasan dan latar belakang sejarah diatas, orang arab zaman dahulu beranggapan bahwa bulan shafar merupakan bulan yang penuh dengan keburukan, kejelekan dan kesialan, bahkan ada yang beranggapan shafar merupakan sebuah penyakit mengerikan dan sangat berbahaya, dan ada yang beranggapan shafar adalah sejenis angin berhawa panas yang dapat mengakibatkan banyak penyakit. Sehingga dalam sejarah orang arab jahiliah beranggapan bahwa terdapat kesialan pada bulan shafar, pemikiran jahiliyah ini pun masih ada pada sebagian pemikiran dan peradaban umat Islam kontemporer diakibatkan lemahnya keimanan dan literasi ilmu pengetahuan.
Dengan maraknya mitos bulan shafar tersebut, Rasulullah Muhammad Saw. pun bersabda;
Dari Nabi Muhammad Saw. bahwasanya beliau bersabda: Tidak ada penyakit menular, tidak merasa sial/bulan sial/hari sial, tidak ada ramalan burung hantu, tidak ada ramalan bintang/zodiak, tidak ada nama jin, dan aku menyukai optimistik/selalu beperasangka baik. (HR. Muslim, Kitab as-Salam)
Makna hadits ini adalah menolak dan membatalkan apa yang diyakini oleh orang-orang jahiliyah bahwa segala sesuatu (penyakit) menular dengan sendirinya. Keyakinan seperti ini adalah batil dan keliru. Yang benar adalah bahwa hanya Allah Swt. yang kuasa mengatur alam semesta ini. Mendengar hal itu sebagian sahabat bertanya;
Wahai Rasulullah, sekelompok unta berada di tengah padang pasir, kemudian masuk kedalamnya unta yang terkena kudis dan menular ke unta yang lain maka Rasulullah Muhammad Saw. bersabda (mengingkari keyakinan mereka), lantas siapakah yang menularkan pertama kalinya? [HR. Bukhari dan Muslim]
Maknanya adalah bahwa yang menurunkan/menyebabkan unta yang pertama kudisan adalah yang menyebabkan unta yang lain kudisan juga. Kemudian Nabi Muhammad Saw. menjelaskan kepada mereka bahwa bercampurnya unta dengan unta yang lain menjadi sebab berpindahnya penyakit dari unta sakit ke unta sehat dengan izin Allah Swt.
Maknanya adalah larangan mencampurkan unta yang sakit, kudis atau yang semacamya dengan unta yang sehat, karena pencampuran tersebut terkadang menyebabkan berpindahnya penyakit dari yang sakit ke yang sehat dengan izin Allah.
Islam mendorong umatnya untuk menjauhi khufarat dan takhayul, serta kepercayaan/keyakinan yang tidak mendasar, karena berpotensi jatuh pada sesat dan menyesatkan. Termasuk percaya bahwa bulan shafar adalah bulan yang sial. Perlu ditegaskan bahwa dalam Islam, kepercayaan pada kesialan atau keberuntungan tertentu yang terkait dengan hari, bulan, tanggal atau apapun merupakan bentuk pengingkaran terhadap taqdir Allah Swt.
