Drs. H. Makmur, M.Ag Kepala Kankemenag Bandarlampung dan Dewan Pengawas BAZNAS Kota Bandar Lampung

Saat Amal Perbuatan Mengetuk Pintu Langit

24/10/2025 | Drs. H. Makmur, M.Ag Kepala Kankemenag Bandarlampung dan Dewan Pengawas BAZNAS Kota Bandar Lampung

Setiap manusia tentu pernah menghadapi masa-masa sulit dalam hidupnya. Ada saat di mana semua jalan terasa tertutup, segala usaha seakan tak berdaya, dan harapan perlahan memudar. Di saat-saat seperti itulah, iman dan amal saleh menjadi cahaya yang menuntun manusia keluar dari kegelapan.

Rasulullah saw pernah mengisahkan satu peristiwa agung yang menggambarkan betapa dahsyatnya kekuatan amal yang dilakukan dengan ikhlas. Sebuah kisah yang sederhana, tetapi menyimpan pesan yang dalam tentang hubungan antara manusia dan Tuhannya, kisah tiga orang yang terjebak di dalam goa.

Diriwayatkan dalam hadis sahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw menceritakan bahwa ada tiga orang laki-laki dari umat sebelum kita yang melakukan perjalanan jauh. Ketika hari mulai gelap dan hujan turun dengan deras, mereka mencari perlindungan di sebuah goa di kaki gunung. Hujan mengguyur tanpa henti, petir menyambar, dan angin berhembus kencang.

Tiba-tiba, dari puncak gunung menggelinding sebuah batu besar yang menutup pintu goa rapat-rapat. Mereka pun terperangkap di dalamnya. Gelap, sunyi, dan tanpa jalan keluar. Mereka mencoba menggeser batu itu, berusaha sekuat tenaga, namun sia-sia.

Dalam ketakutan dan keputusasaan, salah seorang di antara mereka berkata dengan penuh pasrah, “Kita tidak akan bisa keluar dari goa ini kecuali dengan berdoa kepada Allah dan menyebut amal saleh yang pernah kita lakukan dengan ikhlas karena-Nya.” Kalimat itu menghidupkan harapan.

Mereka sadar bahwa yang bisa menolong mereka bukan kekuatan manusia, melainkan rahmat Allah yang bisa diraih melalui amal yang tulus. Maka satu per satu mereka pun mulai berdoa.

Yang pertama berdoa dengan mengingat baktinya kepada kedua orang tuanya. Ia bercerita bahwa setiap malam ia selalu membawa susu untuk kedua orang tuanya. Ia tidak pernah meminum atau memberikannya kepada anak-anaknya sebelum keduanya mendapatkan bagiannya.

Suatu malam, ia pulang terlambat dan mendapati kedua orang tuanya telah tertidur. Ia tidak ingin membangunkan mereka, tetapi juga tidak mau mendahulukan anak-anaknya. Maka ia berdiri di samping tempat tidur mereka semalaman, menunggu hingga fajar tiba, sementara anak-anaknya menangis kelaparan di kakinya. Dengan penuh harap ia berdoa, “Ya Allah, jika aku melakukan itu hanya karena mengharap ridha-Mu, maka bukakanlah jalan keluar bagi kami.” Maka batu besar itu bergeser sedikit, namun mereka belum bisa keluar.

Orang kedua kemudian berdoa dengan mengenang bagaimana ia menahan diri dari berbuat zina. Ia mencintai seorang wanita dengan cinta yang membara. Ketika kesempatan berzina itu terbuka lebar, ia justru mengingat Allah dan berkata, “Aku takut kepada Tuhanku.” Ia meninggalkannya meski sangat menginginkannya. Ia berdoa, “Ya Allah, jika aku meninggalkan perbuatan itu semata karena takut kepada-Mu, maka tolonglah kami.” Batu itu pun bergeser lagi, namun belum cukup untuk keluar.

Lalu orang ketiga berdoa dengan mengingat kejujuran dan amanah dalam bekerja. Ia pernah diserahi upah seorang buruh yang kemudian pergi tanpa mengambilnya. Ia tidak membiarkan uang itu menganggur, tetapi mengelolanya hingga berkembang menjadi harta yang besar. Ketika buruh itu kembali setelah waktu lama, ia menyerahkan seluruh hasilnya tanpa mengurangi sedikit pun. Ia berdoa, “Ya Allah, jika aku melakukan itu karena mengharap ridha-Mu, maka bebaskanlah kami dari goa ini.” Maka batu besar itu pun bergeser sepenuhnya, dan mereka bertiga keluar dengan selamat.

Kisah ini bukan sekadar cerita ajaib tentang keselamatan, tetapi sebuah pelajaran hidup yang menggugah tentang keikhlasan dan kekuatan amal saleh. Mereka tidak diselamatkan oleh kekuatan fisik atau kecerdikan akal, tetapi oleh amal-amal yang dilakukan dengan hati bersih dan niat yang lurus karena Allah semata. Amal yang dilakukan dengan tulus tidak akan pernah hilang, sebab ia tersimpan di sisi Allah sebagai simpanan cahaya, yang suatu hari akan bersinar di saat manusia terjebak dalam kegelapan hidupnya.

Dalam kisah ini, kita melihat bahwa berbakti kepada orang tua menjadi sebab pertama terbukanya pertolongan Allah. Betapa mulianya amal ini, hingga Allah menempatkan perintah berbuat baik kepada orang tua sejajar dengan perintah untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu; hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14). Dan dalam ayat lain Allah berfirman: “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al-Ahqaf: 15).

Rasulullah saw pun menegaskan, “Ridha Allah tergantung pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka keduanya.” (HR. Tirmidzi). Tidak sedikit orang yang hidupnya lapang, rezekinya berkah, dan langkahnya ringan karena ia memuliakan orang tuanya. Sebaliknya, banyak pula yang hidupnya terasa sempit dan penuh kesulitan karena durhaka kepada mereka. Maka berbaktilah kepada orang tua tanpa batas waktu, karena doa mereka adalah rahmat yang mengundang kemudahan dalam hidup.

Amal kedua adalah menahan diri dari perbuatan zina. Di tengah dunia yang semakin terbuka dan penuh godaan, menjaga kehormatan diri menjadi bukti keteguhan iman. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32).

Orang yang mampu menahan hawa nafsunya akan diberi kemuliaan di dunia dan akhirat. Allah menjanjikan, “Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi‘at: 40–41). Orang seperti ini tidak hanya menjaga dirinya, tetapi juga menjaga kehormatan keluarga dan masyarakatnya.

Kisah amal ketiga ini mengajarkan tentang kejujuran dan amanah, dua sifat mulia yang menjadi pondasi peradaban manusia. Ia tidak menyelewengkan harta yang bukan miliknya, tidak menganggap amanah sebagai kesempatan untuk memperkaya diri, melainkan tanggung jawab yang harus dijaga meski tanpa pengawasan.

Nilai ini begitu penting karena banyak persoalan hidup, dari yang kecil hingga yang besar, berawal dari hilangnya kejujuran dan amanah. Ketika dua hal ini ditegakkan, kehidupan akan menemukan jalannya sendiri menuju keberkahan.

Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa’: 58). Dan dalam ayat lain Allah menegaskan,“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan jangan pula kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27).

Sementara Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad). Dalam hadis lain, beliau bersabda, “Tanda-tanda orang munafik itu tiga: apabila berkata, ia berdusta; apabila berjanji, ia mengingkari; dan apabila dipercaya, ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa amanah dan kejujuran bukan sekadar akhlak pribadi, melainkan ukuran iman seseorang. Orang yang jujur dan amanah tidak hanya menjaga dirinya, tetapi juga menjaga kepercayaan orang lain, menegakkan keadilan, dan menciptakan ketenangan dalam kehidupan sosial. Dalam konteks kehidupan modern, di dunia kerja, pemerintahan, maupun usaha, dua nilai ini menjadi fondasi kepercayaan dan keberhasilan.

Kejujuran menjadikan seseorang dipercaya, sementara amanah menjadikan seseorang dihormati. Bila kejujuran hilang, hubungan antarmanusia akan runtuh; bila amanah dilanggar, keadilan akan lenyap. Maka orang yang berpegang pada dua sifat ini akan selalu menemukan jalan keluar dalam hidupnya, karena Allah akan menolong hamba yang menjaga kejujuran meski dalam kesulitan.

Ketiga amal itu: bakti kepada orang tua, menahan diri dari dosa, dan kejujuran dalam bekerja, menjadi simbol kesempurnaan amal saleh, bahkan ia bisa menjadi amal pengetuk pintu langit. Ketiganya bukan hanya mengundang pahala di akhirat, tetapi juga mendatangkan pertolongan Allah di dunia. Karena itu, jika hidup terasa sempit, jika hati dirundung gelisah, atau langkah terasa berat, maka janganlah berputus asa. Mungkin batu besar sedang menutupi jalan kita, dan kuncinya ada pada amal yang kita lakukan dengan tulus.

Amal yang bersih dari riya’, yang lahir dari hati yang takut kepada Allah dan penuh kasih kepada sesama. Sebab tidak ada doa yang lebih kuat daripada doa yang bersandar pada amal yang ikhlas, dan tidak ada pertolongan yang lebih nyata daripada pertolongan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang tulus. (*)

Wallahu’alam

KOTA BANDAR LAMPUNG

Copyright © 2025 BAZNAS

Kebijakan Privasi   |   Syarat & Ketentuan   |   FAQ  |   2.2.12